BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pengetahuan
tentang Asbab al-Nuzul merupakan hal penting apabila kita hendak memahami
al-Qur’an Pengetahuan tentang Asbab al-Nuzul merupakan salah satu syarat yang
harus dikuasai oleh para ulama yang hendak menafsirkan al-Qur’an di samping
ilmu ilmu lainnya.
Karena dengan mengetahui asbab al nwul akan
mengantarkan kita pada pengetahuan tentang makna-makna dan maksud-maksud
al-Qur’an serta mengetahui kejadian-kejadian yang menyertai turunnya sebuah
ayat. Selain itu juga untuk mengetahui di balik hikmah pembentukan hukum
syara dan menghilangkan persangkaan yang sempit mengenai makna sebuah ayat.
Ibnu Taimiyah juga menegaskan bahwa mengetahui Asbab al-Nuzul akan mengantarkan
pada pengetahuan tentang musabbab.
Berdasarkan pernyataan di atas, betapa
mempelajari dan mengetahui Asbab al-Nuzul merupakan suatu hal yang urgen dalam
konteks penafsiran al-Qur’an. Untuk itu, penulis dalam makalah ini akan
mengemukakan landasan teoritis tentang asbab al-Nuzul yang didalamnya diuraikan
tentang pengertian Asbab al-Nuzul, keragaman dan ruang lingkup asbab al-Nuzul,
ikhtilaf ulama seputar Asbab al-Nuzul, metode penggunaan dan pentarjihan, serta
tidak lupa dikemukakan tentang urgensi asbab al-Nuzul bagi penafsiran
al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa itu Asbabun Nuzul ?
2.
Apa Manfaat yang
Diperoleh dengan Memahami Asbabun Nuzul ?
C. Tujun
1.
Untuk mengetahui pengertian Asbabun Nuzul
2.
Untuk mengetahui Manfaat
yang Diperoleh dengan Memahami Asbabun Nuzul
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Asbab al-Nuzul
Ungkapan asbab an-Nuzul merupakan bentuk idhafah
dari kata “asbab’’ dan “ nuzul”.Secara etimologi, asbab An-Nuzul adalah
sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena
yang melatar belakangi tejadinya sesuatu bisa disebut asbab An-Nuzul, namun
dalam pemakaiannya, asbab An-Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan
sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Quran, seperti halnya asbab
al-wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadis.
Banyak pengertian terminology
yang dirumuskan para ulama, diantaranya:
1.
Menurut Az-Zarqani:
“Asbab An-Nuzul” adalah khusus atau sesuatuyang terjadi
serta ada hubungannya dengan
turunnya ayat Al-Quransebagai penjelasan hukum saat peristiwa itu terjadi.”[1]
2.
Ash-Shabuni:
“ Asbab an-Nuzul”
adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau bebarapa
ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian baik berupa
pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan
agama.”
3.
Shubhi Shalih:
“Asbab An-Nuzul”
adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat Al-Quran
(ayat-ayat) terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai respons atasnya atau
sebagai penjelas terhadap hukum-hukum di saat peristiwaitu terjadi.”
4.
Mana Al-Qthathan:
“ Asbab An-Nuzul” adalah
peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Quran berkenaan dengan waktu
peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang
diajukan kepada Nabi.”
Kendatipun
redaksi-redaksi pendefinisian di atas sedikit berbeda, semuanya menyimpulkan
bahwa asbab An-Nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi
turunnya ayat Al-Quran. Ayat tersebut dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian-kejadian tersebut.
Asbab An-Nuzul merupakan bahan-bahan sejarah yang dapat dipakai untuk
memberikan keterangan-keterangan terhadap lembaran-lembaran dan memberinya
konteks dalam memahami perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-bahan sejarah
ini mencakupi peristiwa-peristiwa pada masa Al-Quran masih turun (‘ashr
at-tanzil).
Bentuk-bentuk
peristiwa yang melatarbelakangi turunnya AL-Quran itu sangat beragam, di
antaranya berupa : konflik sosial seperti
ketegangan yang terjadi antara suku Aus dan suku Khazraj; kesalahan
besar, seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami shalat dalam keadaan
mabuk; dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh seorang sahabat kepada
nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang, atau yang akan
terjadi.
B.
Manfaat yang Diperoleh dengan Memahami Asbabun Nuzul
Diantara
manfaat mengetahui asbab al-nuzul adalah:
1.
Membantu dalam penafsiran atau pemahaman makna ayat al-Qurandan menyingkap
kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang sulit ditafsirkan.
2.
Mengetahui hikmah dalam penetapan hukum.
3.
Mengkhususkan hukum yang bersifat umum. Contoh: Marwan ibn Hakam yang sulit
dalam memahami ayat:188 surat Ali’Imran yang artinya:
“janganlah sekali-kali kamu menyangka,
bahwa orang-orang yang gembiradengan apa yang telah merekakerjakan dan mereka
suka suapaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah
kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan agi mereka siksa yang
pedih.”(QS. Ali’Imran 188).
Marwan memerintahkan kepada pembantunya:
“pergilah menemui ibnu abbas.”kemudian ibnu Abbas mengatakan, “Ayat tersebut turun
sehubungan dengan persooalan ahli kitab( yahudi), tatkala ditanya oleh
Rasulullah, tentang sesuatu persoalan dimana mereka tidak menjawab pertanyaan
yang sebenarnya ditanyakan, mereka mengalihkan kepada persoalan yang lain,
serta menganggap bahwa persoalan yang ditanyakan oleh Nabi kepadanya telah
terjawab. Setelah itu mereka meminta pujian kepada Nabi. Maka turunlah ayat di
atas.”(HR. Bukhari).
4.
Mengetahui siapa yang menjadi sebab turunnya ayat serta memberikan
ketegasan bila terdapat keraguan. Sehingga ayat tersebut tidak diterapkan
kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan.[2]
C.
Sumber Pencarian Asbaabu Nuzul
Asbab
al-nuzul dalam arti sebab-sebab khusus yang
mengiringi turunnya suatu ayat bukanlah merupakan pendapat perorangan atau
individu, tetapi merupakan peristiwa
sejarah yang dinukilkann atau diriwayatkan oleh perawi (pewarta) hadist melalui
suatu seleksi yang ketat dengan syarat-syarat ilmiah yang dikenal dalam ilmu sejarah dan hadist. Oleh karena itu,
jalan untuk mengetahui sebab nuzul satu ayat tidak dapat dilepaskan dari
pendekatan ilmu hadist, yaitu melalui sumber riwayat yang sahih yang
diriwayatkan secara berantai, mulai dari sahabat, tabi’in, tabi’ tab’in hingga
kepada periwayat hadist yang menulisnya pada sutau kitab atau buku hadistt.
Yang mensyaratkan adanya sanad dan dhabith, tidak
terdapat dzas (keracunan) serta tidak mengandug ‘illat (cacat).
Dalam
kenyataannya tidak semua ayat yang turun memiliki sebab-sebab khusus yang
melalui riwayat yang dinukilkan secara berantai dari Nabi hingga rawi yang
menuliskannya dalam suatu koleksi hadist, sehingga Ibnu Sirin menyatakan; Aku
bertanya kepada Abidah tentang suatu ayat, kemudian ia berkata bertaqwaahkalian
kepada Allah dan berkatalah dengan benar. Ketahuilah bahwa orang yang
mengetahui sebab-sebab diturunkannya
suatu ayat sangat langkah. Pernyataan Ibnu Sirin
seperti yang dikutip menunjukan pada
terbatasnya riwayat-riwayat tertulis tentang sebab turunnya suatu ayat.
Sehingga meniscayakan kehati-hatian dalam menukil Asbaab Nuzul suatu ayat.
Selain melalui riwayat yang tertulis secara
khusus mengenai suatu sebab turunnya ayat, maka asbab nuzul juga dapat
ditela’ah melalui konteks sosiohistori dan kultural yang tejadi di Jazirah
Arabiyah pada waktu/ketika ayat Al-Qur’an diturunkan. Untuk megetahui hal ini
maka dibutuhkan kajian sejarah yanng mendalam dan teliti terkait dengan tradisi
dan budaya yang sedang berkembang pada tempat dimana Qur’an diturunkan.[3]
Al-Wahidi
mengatakan bahwa tidak boleh berbicara tentang sebab-sebab turun Al-Qur’ān
kecuali dengan dasar riwayat dan mendengar dari orang-orang yang menyaksikan
turunnya ayat itu dan mengetahui sebab-sebab turunnya serta membahas
pengertiannya. Dari Ibnu Abbas berkata: “bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
اتقوا الحديث (عنى) الا ماعلمتم، فإنه من كذب على متعمدا فليتبوأ مقعده من
النار، ومن كذب على القرآن من غير علم فليتبوأ مقعده من النار (أخرجه أحمد
والطبرانى و الترمذى).
“Berhati-hatilah dalam berbicara (mengenai
diriku), kecuali apa yang telah kalian ketahui, maka barang siapa yang sengaja
berdusta atasku maka bersiap-siaplah untuk menempati tempat duduk dari api
neraka, dan barang siapa berdusta atas Al-Qur’ān tanpa mempunyai pengetahuan
maka bersiap-siaplah untuk menempati tempat duduk dari api neraka” (Dikeluarkan
oleh Ahmad, at-Tabrani dan at-Tirmizi). Muhammad bin Sirin berkata: “Aku
bertanya kepada Ubaidah tentang ayat dari Al-Qur’ān. Ia menjawab: “Bertakwalah
kepada Allah dan katakanlah yang benar. Orang-orang yang mengetahui tentang
perihal kepada siapa ayat diturunkan telah pergi”. Berdasarkan keterangan di
atas, maka jika sabab an-nuzūl diriwayatkan dari seorang sahabat maka dapat di
terima (maqbūl) sekalipun tidak dikuatkan dan di dukung dengan riwayat yang
lain. Karena, perkataan sahabat tidak ada celah untuk diijtihadkan dalam
masalah ini dan sahabat adalah orang yang melihat serta bertemu langsung dengan
Rasulullah. Adapun jika sabab an-nuzūl diriwayatkan dengan hadis mursal, yaitu
hadis yang sanadnya gugur dari seorang sahabat dan hanya sampai kepada seorang
tabi‘i, maka hukumnya tidak dapat di terima kecuali sanadnya sahih dan
dikuatkan oleh hadis mursal lainnya. Dan perawinya harus dari imam-imam tafsir
yang mengambil tafsirnya dari para sahabat, seperti Mujahid, Ikrimah dan Sa‘id
bin Jubair. Dari sini jelaslah bahwa cara untuk mengetahui sabab annuzūl adalah
melalui hadis sahih maupun hadis mursal dengan syarat sanadnya sahih dan harus
dikuatkan dengan hadis mursal yang lain yang diriwayatkan oleh para sahabat
maupun tabi‘i. Karena, sahabat adalah orang yang menyaksikan dan bertemu
langsung dengan Rasulullah.[4]
D. Kaidah Memahami
Riwayat Asbabu Nuzul
1. Kaidah asbabun nuzul yang
pertama ialah memahami ayat al-Qur'an berdasarkan lafadznya yang umum, bukan
karena kekhususan sebab turunnya. Kaidah asbabun nuzul yang pertama ini,
membuat ayat al-Qur'an berlaku secara umum. Serta bisa menjadi landasan hukum
atas kejadian-kejadian serupa yang terjadi setelahnya.[5]
Kaidah asbabun nuzul yang pertama ini membuat
ayat al-Qur'an tidak terikat dengan pelaku kejadian yang melatarbelakangi
penurunannya.
Melainkan kaidah asbabun nuzul yang pertama
ini berlaku kepada siapapun dan di manapun manusia berada selama masih
berkorelasi dengan keumuman lafadz qayat tersebut. Kaidah asbabun nuzul yang
pertama ini menegakan bahwa pengambilan hukum mengacu kepada keumuman lafadz
al-Qur'an bukan pada kekhususan kejadian yang melatarbelakanginya. Menurut
kaidah asbabun nuzul yang pertama ini, kejadian yang melatar belakangi turunnya
ayat hanyalah isyarat.
Contoh: Pertama,
dalam memahami surat an-Nur ayat 6.
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا
أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ ۙ إِنَّهُ
لَمِنَ الصَّادِقِينَ
"Dan orang-orang yang menuduh isterinya
berzina, padahal mereka tidak memiliki saksi selain diri mereka sendiri,
maka persaksiannya empat kali bersumpah dengan nama Allah. Sesungguhnya
dia termasuk orang-orang yang benar".
Ayat tersebut akan lebih
tepat jika dipahami menggunakan kaidah asbabun nuzul yang pertama. Sebab
kewajiban mengucapkan sumpah atas nama Allah sebanyak empat kali berlaku bagi
semua suami yang menuduh istrinya berzina, dalam konteks peristiwa ketika ayat
ini turun hingga sekarang.
Penetapan ini berdasarkan
kaidah asbabun nuzul yang pertama, bersandar pada lafadz yang bersifat umum.
Bukan pada kekhususan sebab turunnya ayat. Selain itu juga tidak ada
pertentangan dengan ayat maupun hadis lain ketika memahami ayat ini menggunakan
kaidah asbabun nuzul yang pertama ini.
2. Kaidah asbabun
nuzul yang kedua ialah memahami ayat al-Qur'an berdasarkan sebab-sebab
penurunannya yang bersifat khusus, bukan lafadznya yang bersifat umum. Kaidah
asbabun nuzul yang kedua ini berbanding terbalik dengan kaidah asbabun nuzul
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Maka
dari itu ulama berbeda pendapat mengenai landasan hukum mengenai penggunaan
kedua kaidah asbabun nuzul di atas. Agar lebih mudah dipahami, dalam tulisan
ini akan dijelaskan melalui contoh penerapan kaidah asbabun nuzul.
Contoh: penerapan
memahami ayat al-Qur'an menggunakan kaidah asbabun nuzul yang kedua
menganalisis surat al-Baqarah ayat 115.
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا
فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعُ عَلِيمُُ
"Dan kepunyaan Allah ialah timur dan barat, maka
kemanapun engkau menghadap maka di sanalah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha
luas (rahmatNya) lagi Maha mengetahui".
Berdasarkan
riwayat Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan Imam Nasai dari Ibnu Umar, ia
mengatakan. Dahulu Nabi Muhammad melaksanakan salat sunnah di atas unta ke
manapun arah unta tersebut berjalan. Suatu hari Nabi Muhammad datang dari Mekah
menuju madinah, kemudian Ibnu Umar membaca ayat al-Baqarah ayat 115. Nabi
Muhammad berkata bahwa ayat ini turun sebab permasalahan tersebut.
Jika surat al-Baqarah ayat 115 ini dipahami
menggunakan kaidah asbabun nuzul yang pertama maka akan terjadi kerancuan.
Ketika memahami surat al-Baqarah ayat 115 tersebut menggunakan kaidah asbabun
nuzul yang pertama, maka setiap muslim diperbolehkan untuk melaksanakan salat
menghadap ke arah manapun. Hal ini bertentangan dengan al-Qur'an surat
al-Baqarah ayat 149.
حَيْثُ
خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۖ وَإِنَّهُ لَلْحَقُّ
مِنْ رَبِّكَ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
"Dan dari mana saja engkau keluar (datang),
palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Sesungguhnya ketentuan tersebut
benar-benar suatu kebenaran sejati dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak
pernah lengah dari apa yang kamu kerjakan".
Akan
lain ceritanya jika memahami surat al-Baqarah ayat 115 menggunakan kaidah
asbabun nuzul yang kedua. Dengan memperhatikan sebab khusus turunnya ayat
tersebut, akan mendapatkan sebuah kesimpulan. Seorang muslim sah melaksanakan
salat menghadap ke arah manapun asalkan ia berada di dalam kendaraan yang
sedang berjalan atau dalam kondisi tidak mengetahui arah Masjidil Haram.
E.
Cara Menilai Riwayat Asbabun Nuzul
Dalam uraian di atas telah disinggung bahwa
periwayatan tentang turunnya ayat kadang-kadang berbilang alias lebih dari satu
riwayat atau lebih dikenal dengan ta'addud al-asbab wa an-nazil wahid.[6] Apabila
sebab turunnya suatu ayat diterangkan oleh beberapa riwayat maka akan muncul
beberapa kemungkinan, antara lain :
·
Kedua riwayat itu yang satu sahih, sedangkan yang lain
tidak sahih.
·
Kedua riwayat itu sama-sama sahih, tetapi yang satu ada
dalil yang memperkuat sedangkan yang lain tidak.
·
Kedua riwayat itu sama-sama sahih dan tidak ditemukan
dalil yang memperkuat salah satunya, tetapi mungkin untuk dikompromikan.
·
Kedua riwayat itu sama-sama sahih tidak terdapat dalil
yang memperkuat salah satunya, dan kedua-keduanya tidak mungkin dipakai sebagai
dalil.
Selanjutnya, bila terdapat beberapa riwayat
yang menerangkan Asbabun Nuzul, sebagaimana tersebut di atas,
bahkan masing-masing saling bertentangan, kasus yang demikian ini alternatif
pemecahannya adalah:
·
Apabila kedua riwayat tersebut sahih, yang pertama
menyebutkan sebab turunnya ayat dengan tegas, sementara yang kedua tidak
menyebutkannya maka yang diambil adalah riwayat yang pertama.
·
Apabila kedua riwayat tersebut sahih, mungkin salah
satunya di-tarjihkan atau karena yang satu lagi diriwayatkan oleh perawi yang
menyaksikan sendiri maka ambillah riwayat yang lebih rajih(unggul).
·
Apabila kita mengambil riwayat yang menerangkan sababiyah riwayat
yang lebih rajih dan lebih sahih, sementara riwayat yang lain sahih tapi marjuh maka
yang diambil adalah riwayat yang sahih.
·
Apabila terdapat dua riwayat yang keduanya sahih dan satu
sama lain tidak dapat dikompromikan, apalagi interval waktunya cukup lama maka
harus ditetapkan bahwa ayat tersebut berulangkali turun. Berulangnya ayat
tersebut, menurut az-Zarqani, menunjukkan bahwa hal ini sangat penting dan
dimaksudkan agar lebih mudah diingat.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Ø Ungkapan asbab an-Nuzul merupakan bentuk idhafah
dari kata “asbab’’ dan “ nuzul”.Secara etimologi, asbab An-Nuzul adalah
sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena
yang melatar belakangi tejadinya sesuatu bisa disebut asbab An-Nuzul, namun
dalam pemakaiannya, asbab An-Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan
sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Quran, seperti halnya asbab
al-wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadis.
Manfaat:
Ø Membantu dalam penafsiran atau pemahaman makna ayat al-Qurandan
menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang sulit ditafsirkan.
Ø Mengetahui hikmah dalam penetapan hukum.
Ø Mengetahui siapa yang menjadi sebab turunnya ayat serta
memberikan ketegasan bila terdapat keraguan. Sehingga ayat tersebut tidak
diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan.
Sumber Pencarian:
Ø Melalui para sahabat, tabi’in, tabi’u tabi’in dan
riwayat-riwayat hadist
Kaidah Memahami
Riwayat:
Ø
Kaidah asbabun nuzul yang pertama ialah
memahami ayat al-Qur'an berdasarkan lafadznya yang umum, bukan karena
kekhususan sebab turunnya. Kaidah asbabun nuzul yang pertama ini, membuat ayat
al-Qur'an berlaku secara umum. Serta bisa menjadi landasan hukum atas
kejadian-kejadian serupa uang terjadi setelahnya.
Ø Kaidah asbabun
nuzul yang kedua ialah memahami ayat al-Qur'an berdasarkan sebab-sebab
penurunannya yang bersifat khusus, bukan lafadznya yang bersifat umum. Kaidah
asbabun nuzul yang kedua ini berbanding terbalik dengan kaidah asbabun nuzul
yang telah dijelaskan sebelumnya.
B. Kritik dan
Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sebab isinya masih sangat
sederhanah oleh karena itu penulis meminta kritik atau saran yang bersifat
membangun dan baik dari para pembaca, kami sangat mengharapkannya untuk
kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.
Daftar Pustaka
Buku
Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag “Ulum Al-Qur’an”, (Penerbit Pustaka setia
Bandung)
Ulumul Qur’an
Muhammad Alifuddin, “Sejara Dan Pengantar ‘Ulum Al-Qu’an”, (Yayasan Sipakarennu
Nusantara, 2009)
Jurnal, Ahmad
Zaini, “ASBAB AN-NUZUL DAN URGENSINYA DALAM MEMAHAMI MAKNA AL-QUR’AN”
Internet
https://www.dutaislam.com/2018/04/apa-saja-kaidah-asbabun-nuzul-dan-bagaimana-penerapannya.html
https://www.kompasiana.com/eganurfadillah5648/5bf5529dab12ae790d67fcf7/asbabun-nuzul?page=all
[1]Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag “Ulum Al-Qur’an”,
(Penerbit Pustaka setia Bandung), hlm, 40-41
[2] Ulumul Qur’an hlm, 24-25
[3] Muhammad Alifuddin, “Sejara Dan Pengantar ‘Ulum
Al-Qu’an”, (Yayasan Sipakarennu Nusantara, 2009)
[4] Jurnal, Ahmad Zaini, “ASBAB
AN-NUZUL DAN URGENSINYA DALAM MEMAHAMI MAKNA AL-QUR’AN” hlm 8-5
[5]https://www.dutaislam.com/2018/04/apa-saja-kaidah-asbabun-nuzul-dan-bagaimana-penerapannya.html, diaskes pada tanggal 10 mei 2019
[6]https://www.kompasiana.com/eganurfadillah5648/5bf5529dab12ae790d67fcf7/asbabun-nuzul?page=all, diaskes pada tanggal 12 mei 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar