BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Memahami al-Qur’an banyak kaitannya dengan variable-variabel yang
harus dikuasai, baik kaitannya dengan struktur bahasa, sejarah, maupun
sosiokultural. Variable-variabel tersebut dibicarakan dalam sebuah disiplin
ilmu yang dikenal dengan ‘ulum al-Qur’an.
Seseorang akan kesulitan memahami makna yang terkandung dalam
al-Qur’an, jika tidak berbekal dengan ‘ulum al-Qu’an. Apalagi makna yang
dikandung dalam ayat-ayat al-Qur’an itu ada yang jelas (muhkam) dan yang samar
( mutasyabihat) yang harus dikemukakan melalui proses yang tidak sederhana.
Kesulitan memahami al-Qur’an bukan perso’alan baru, melainkan sudah
terjadi sejak zaman sahabat. Namun saat itu, Rasullullah ﷺ yang
menjelaskan kepada para sahabatnya. Kesulitan itu dirasakan ketika generasi
berikutnya sampai sekarang. Apalagi masalah kehidupan umat manusia modern jauh
lebih kompleks, padahal rasulluh sudah tiada hanya para ‘ulama yang mampu untuk
memahaminya sebab ‘ulama adalah pewaris para Nabi.
Makalah ini kami buata dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
‘ulum al-Qur’an disamping itu makalah ini juga kami tujukan untuk siapa saja
yang ingin menegenal al-Qur’an lebih dekat, didalamnya dibahas tentang nama-nama
al-Qur’an yang Populer, awal munculnya istilah ulum al-Qur’an, pengertian ulum
al-Qur’an, sejarah perkembangan ulum al-Qur’an cabang-cabang ‘ulum
al-Qur’an,dan ruang lingkup kajian ulum al-Qur’an, walaupun isi makalah ini
sederhana namun cukup padat dan jelas.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian ulum al-Qur’an ?
2.
Kapan awal munculnya istilah ulum al-Qur’an ?
3.
Bagaimana sejarah perkembagan ulum al-Qur’an ?
4.
Apa saja nama-nama al-Qur’an yang Populer ?
5.
Apa cabang-cabang ulum al-Qur’an ?
6.
Apa sajakah ruang lingkup kajian ulum al-Qur’an ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian ulum al-Qur’an ?
2.
Untuk mengetahui awal munculnya istilah ulum al-Qur’an ?
3.
Untuk mengetahui sejarah perkembagan ulum al-Qur’an ?
4.
Untuk mengetahui nama-nama al-Qur’an yang Populer ?
5.
Untuk mengetahui cabang-cabang ulum al-Qur’an ?
6.
Untuk mengetahui ruang lingkup kajian ulum al-Qur’an ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian ‘Ulum Al-Qur’an
Secara etimologi ulum al qur’an terdiri dari dua kata, yaitu
‘ulum dan alquran. Ulum adalah jamak dari al-ilm yang berarti ilmu, maka ulum
berarti ilmi-ilmu. Adapun kata alqur’an, secara harfiah, berasal dari kata
qara’a yang berarti membaca atau mengumpulkan. Kedua makna ini mempunyai maksud
yang sama; membaca berarti juga mengumpulkan karena orang membaca bekerja
mengumpulkan ide-ide atau gagasan yang terdapat dalam sesuatu yang ia baca.
Berdasarkan pengertian di atas, secara bahasa kata ulum alquran
dapat di artikan kepada ilmu-ilmu tentang alquran. Secara terminologi alquran
berarti “kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat
jibril, sampai kepada kita secara mutawatir. Ia dimulai dengan surah Al-fatihah
dan di akhiri dengan surah An-Nas, dan
dinilai ibadah ( berpahala ) bagi setiap orang yang membacanya.”
Jadi, ulumul quran secara istilah bermakna “ segala ilmu yang
membahas tentang kitab yang di turunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ yang berkaitan dengan
turun, bacaan, kemukjizatan, dan lain sebagainya.” Ash-Shabuni mendefinisikan
ulumul quran itu kepada “ kajian – kajian yang berhubungan dengan al-qur’an
dari aspek turun, pengumpulan, susunan, kodifikasi, asbab an-nuzul, al-makki wa
al- madani, pengetahuan mengenai an-nasikh dan al-mansukh, muhkam dan
mutasyabih, dan lain sebagainya segala pembahasan yang berkaitan dengan
al-qur’an.”[1]
Menurut Az-Zarqani, ulumul qur,an adalah “ kajian-kajian yang berhubungan
dengan alquran, dari aspek turunan, susunan, pengumpulan, tulisan, bacaan,
tafsir, mukjizat, nasikh dan mansukh, menolak syubhat darinya, dan lain-lain. “
jadi, apasaja ilmu yang berkaitan dengan al-qur’an termasuk dalam perbimcangan
ulumul qur’an.
Pengertian Al-Qur’an Secara Bahasa Menurut para ‘ulama antara lain
sebagao berikut:[2]
1.
Al-syaf’iy mengatakan bahwa kata Al-Qur’an tidak menggunakan huruf
hamzah dan tidak diambil dari قرأ karena kalau diambil dari kata قرأ pasti semua yang dibaca
dinamakan Al-Qur’an. Akan tetapi, kata Al-Qur’an itu merupakan nama bagi
Al-Qur’an seperti Taurat dan Injil.
2.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa kata Al-Qur’an pecahan dari فرن الشئ بالشئ yang berarti
menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Alasannya, karena Ayat-ayat
atau surah-surah yang terdapat dalam al-qur’an bergabung saling mendukung satu
dengan yang lainnya.
3.
Dr. Abdu al-mun’im dan Dr. TM Hasbi ash-Shiddieqiy mengatakan bahwa
kata al-Qur’an adalah kata dasar dari قرأ yang berarti تلا (membaca). Akan tetapi,
diartikan isim maf’ul yaitu مقروء karena itu kata al-qur’an berarti yang
dibaca.
Dari pendapat para ‘ulama diatas disimpilkan bahwa al-qur’an
menggunakan hamzah dan merupakan nama bagi kalamullahi yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana
firman Allah ﷻ : QS. Al-Baqarah (2): 185,QS. An-Nisa (4)
: 82,QS.Al-A’raf (7) : 204, dll.
B.
Lahirnya Istilah “Ulum Al-Qur’an”
Mengenai sejarah lahirnya istilah ini terdapat tiga pendapat
dikalangan para penulis Ulum Al-Qur’an :
1.
Mayoritas penulis sejarah ulum al-qur’an mengatakan bahwa masa
lahirnya istilah ‘ulum al-qur’an pertama kali pada abad ke-7 H.
2.
Muhammad ‘Abd al-azim al-Zarqani dalam Manil al-‘rfan menyatakan
bahwa istilah ‘ulum al-qu’an muncul abad V oleh Al-Hufi (w. 430 H) dalam
kitabnya al-Burhan fi ‘ulumu al-Qur’an. Mengomentari hal tersebut :
Muhammad bin Muhammad Abu Syu’bah mengatakan; kitab ( yang dimaksud oleh
al-Zarqani sebagai al-Burhan fi ‘ulum al-Qur’an ) sesungguhnya adalah
kitab tafsir yang mengemukakan tafsir, ahsab an-nuzul,qira’at, at-waqf ( aturan
bacaannya). Dengan demikian, buku yang dimaksud oleh al-Zarqani tidak ada
bedanya dengan karya tafsir, al-Qurthubi al-Fakhru al-Razi. Berdasarkan atas
hasil telaah tergadap kitab yang disebut oleh al-Zarqani, ternyata nama kitab
tersebut adalah al-Burhan fi Tafsir Al-Qur’an.
3.
Pandangan lain diajukan oleh Shubhi Salih; ia tidak sependapat
dengan kedua pandangan diatas. Shalih berpendapar bahwa orang yang pertama kali
menggunakan istilah ‘ulum al-qur’an adalah ibnu Al-Mirzaban (w. 309 H).
pendapat ini didasarkan pada hasil telaahnya kitab-kitab yang ada, Shalih
menemukan istilah ini (‘ulum Al-Qur’an) pada mulanya diantaranya digunakan
dalam kitab Ibn Al-Mirzaban berjudul Al-Hawi fi ‘Ulmu al-Qur’an pada abad ke-3
H. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy juga setuju dengan pendapat terakhir ini.[3]
Dari ketiga pendapat
tersebut diatas, pendapat Shubhi Al-Shalih jelas lebih kuat. Sebab berdasarkan
sejarah pertumbuhan ilmu ini sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, Ibn
al-Mirzaba-lah penulis yang paling pertama menggunakan istilah ‘Ulum Al-Qur’an.
C.
Sejarah Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an
1.
Masa Nabi, Abu Bakar, dan Umar
Pada masa ini
ulum alqur’an belum dibukukan sebab umat islam belum memerlukan. Hal yang
berkenaan dengan ilmu alqur’an yang berasal dari Rasululla SAW diriwayatkan
secara lisan dari seorang sahabat kepada sahabat yang lain atau dari generasi
sahabat ke generasi tabi’in. seperti diketahui bahwa para sahabat nabi adalah
orang-orang pertama yang menerima Al-qur’an langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Segera setelah Rasulullah menerimanya dari Jibril. Para sahabat Nabi adalah
orang-orang asli Arab. Mereka mampu memahami hampir seluruh ayat Al-qur’an yang
turun kepada nabi Muhammad SAW. Sekiranyapun ada yang mereka tidak pahami maka
mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah sebagai penafsir utama dan
pertama Al-qur’an. Karena itu, selama Nabi dan para sahabat besar termasuk
didalamnya khulafa’al-ra syidun masih hidup,
belum ada kebutuhan untuk menulis buku-buku tentang ilmu Alqur’an.
2.
Masa Usman bin Affan
Pada masa
pemerintahan Usman bin Affan terjadi perselisihan dikalangan umat islam
mengenai bacaan Alqur’an, maka khalifa Usman mengambil tindakan penyeragaman
tulisan Alqur’an demi untuk menjaga keseragaman Al-qur’an dan untuk menjaga
persatuan umat islam. Dalam hal ini Utsman telah meletakkan dasar ilm rasm
al-qur’qan (ilmu tentang bentuk tulisan Al-qur’an) atau ‘ilm al-rasm al-Utsmani
(ilmu tentang bentuk tulisan yang disetujui oleh Utsman. Masa ini merupakan
perintisan (cikal bakal) bagi rasm al-usmani tersebut diatas yakni suatu cabang
‘ulum al-qur’an yang membahas Al-qur’an dari segi bentuk tulisannya.
Di sisi lain
adanya perbedaan bacaan dikalangan umat islam tersebut merupakan emrio dari
‘ilm al-qira’ah, yaitu ilmu yang membahas aliran-aliran dalam lafaz Al-qur’an.
3.
Masa Ali bin Abi Thalib dari abad 1 hingga II H
Pada masa
penmerintahan Ali bangsa-bangsa non Arab makin bertambah banyak dari mereka
yang masuk islam dan mereka tidak menguasai bahasa Arab, sehigga bisa saja
terjadi salah bacaan sebab tidak mengerti I’robnya (kedudukan kata-kata dalam
suatu kalimat). Perlu diketahui bahwa Al-qur’an ketika benar-benar masih gundul
tidak puya titik titik dan tanda-tanda atau simbol-simbol lainnya yang
memudahkan untuk membacanya.
Karena itu
khalifah Ali memerintahkan kepada Abu Al-Aswad Al-Du’ali untuk menyusun
kaidah-kaidah bahasa Arab demi untuk menjaga keselamatan bahasa Arab yang
menjadi bahasa Al-qur’an. Maka tindakan Ali yang bijaksana ini dipandang
sebagai perintis (cikal bakal) bagi lahirnya ilmu I’rob Al-qur’an, suatu cabang
‘ulum al-qur’an yang mengkaji Al-qur’an dari segi tata bahasanya.
Pada abad I dan
II H. selain Usman dan Ali masih terdapat banyak ulama yang diakui sebagai
perintis bagi lahirnya ilmu yang kemudian hari dinamai ilmu Tafsir, ilmu
asbab al-nuzul, ilmu al-makky wa al-madaniy, ilmu nasikh wa al-mansukh dan
sebagainya.[4]
4.
Abad III dan IV H.
Pada abad III
H, selain tafsir dan ilmu tafsif, ulama mulai menyusun beberapa ilmu al-Qur’an
yaitu :
a.
Ali bin al-madini (w. 234 H) menyusun ilmu asbab al-Nuzul.
b.
Abu Ubaid al-Qasim bin Salan (w.224 H) menyusun ilmu nasikh wa
al-mansukh dan ilmu qiraat.
c.
Muhammad bin Ayyub al-Dhirris (w. 294 H) menyusun ilmu al-makky wa
al-Madaniy.
Ketiga ulama
ini di abad III H. menyusun kitab mengenai ilmu-ilmu al-Qur’an secara persial.
5.
Abad V dan VI H
meski ulum
al-Qur’an telah menjadi ilmu konprehensif yang meliputi berbagai cabang ilmu
sejak akhir abad III, pengkajian terhadap ilmu-ilmu itu secara parsial masih
banyak dilakukan oleh para ulama. Pada abad V disusunlah kitab-kitab yang
membahas ilmu-ilmu al-Qur’an secara parsial seperti I’rab ulum al-Qur’an (ilmu
gramatikal al-Qur’an) oleh Ali bin Ibrahim Bin Said al-Hufi serta al-tafsir fi
qira’at al-sab’ (tafsir tentang bacaan tujuh) oleh abu Amr al-Dani (w.444 H).
demikian juga disusun kitab secara konprehensif seperti kitab al-burhan fi ulum
al-Qur’an yang juga disusun oleh Hufi di atas. Pada abad VI H disusunlah kitab
mubhamat al-Qur’an (hal-hal samar dalam al-Qur’an) oleh Abu al-Qasim Abd’
al-Rahman al-Suhayli (w. 581 H).
6.
Abad VII dan VIII H
Pada abad VII
H, ilmu-ilmu al-Qur’an terus berkembang dengan disusunnya kitab majaz al-Qur’an
( kata-kata Figuratif dalam al-Qur’an) oleh Izz al-Din ibn ‘Abd al-Salam (w.
660 H), disusun pula kitab jamal al-Qurra’ wa kamal al-Iqra’ oleh ‘alam al-Din
al-Sakhawi (w. 643 H) serta kitab al-mursyid al-wajiz fi ma yatta’allaq bi
al-Qur’an oleh abu Syamah (w. 655 H).
Pada abad VIII
H muncullah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-Qur’an,
sedang penulisan kitab-kitab ulum al-Qur’an
yang lain tetap berjalan terus. Di antara kitab-kitab ulum al-Qur’an
yang terbit pada masa ini adalah kitab badai’ al-Qur’an oleh ibn Abi al-Isba’
(ilmu tentang keindahan bahasa al-Qur’an), kitab ‘ilm aqsam al-Qur’an (ilmu
tentang sumpah dalam al-Qur’an) oleh ibn al-Qayyim (w. 752 H), ‘ilm hujaj
al-Qur’an ( ilmu tentang argumentasi yang digunakan al-Qur’an ) oleh Najm
al-Din al-Thufi, kitab ‘ilm amsal al-Qur’an ( ilmu yang membahas tentang
perumpamaan-perumpamaan dalam al-Qur’an) oleh abu Al-Hasan al-Mawardi serta
kitab burhan fi ‘ulum al-Qur’an oleh Badr al-Din al-Zarkasyi (w.794 H).
7.
Abad IX dan X H
Pada abad X dan
permulaan abad X H, makin banyak karya-karya yang dihasilkan oleh ulama tentang
ilmu-ilmu al-Qur’an pada masa ini perkembangan ulum al-Qur’an mencapai
kesempurnaannya. Di antara ulama yang menyusun kitab ilmu-ilmu al-Qur’an pada
masa ini antara lain Jalal al-Din al-Bulqini (w. 824 H) menyusun kitab muwaqi’
al-nujum yang berisi lima puluh macam ilmu al-Qur’an, selanjutnya Muhammad bin
Sulaiman al-Kafiyaji (w.879 H) menyusun kitab al-Taisir fi qawa’id al-tafsir
serta al-Suyuti ( w. 911 H) menyusun kitan al-tahbir fi ‘ulum al-tafsir. Kitab
ini memuat 102 macam ilmu-ilmu al-Qur’an. Belum puas dengan karyanya tersebut
iapun melanjutkan karyanya dengan menyusun kitab al-itqan fi ‘ulum al-qur’an
yang membahas sejumlah delapan puluh macam ilmu-ilmu al-Qur’an secara
sistematis dan padat isinya.
Setelah
al-Suyuti wafat tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilmu al-Qur’an seakan-akan telah
mencapai puncaknya dan berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan ilmu-ilmu
al-Qur’an. Keadaan seperti ini berjalan sejak wafatnya Imam al-Suyuti (911 H)
sampai akhir abad XIII H.[5]
8.
Abad XIV H
Setelah
memasuki abad XIV H, maka perhatian ulama bangkit kembali untuk menyusun
kitab-kitab yang membahas al-Qur’an dar berbagai segi dan macam ilmu-alQur’an
seperti Thahir Al-Jaziri menyusun kitab al-tibyan fi ‘ulum al-Qur’an yang
selesai pada tahun 1335 H. jamal al-Din al-Qasimi (w,1332 H) menyusun kitab
mahasin al-tawil, Muhammad ‘Abd al-azim al-Zarqani mengarang kitab manahil
al-irfan fi ulum al-Qur’an sebanyak dua jilid , Muhammad ‘ali Salamah menyusun
kitab manhaj al-Furqan fi ‘ulum al-Qur’an , Thanthawi Jauhari mengarang kitab
al-jawahir fi tafsir al-Qur’an, kitab al-Qur’an wa al-‘ulum al-ashriyyah, dan
musthafa shadiq al-Rafi’i menyusun kitab ‘I’jaz al-Qur’an, shubhi al-Shalih
dengan karyanya mabahits fi ‘ulum al-Qur’an, dan Manna’ al-Qaththan yang juga
menyusun kitab mabahits fi ‘ulum al-Qur’an.[6]
D.
Nama-Nama Al-Qur’an Yang Populer
Selain kata penaman kitab suci umat islam dengan qur’an, maka masih
terdapat sejumlah nama yang biasa disandarkan untuk menyebut nama dari kitab
suci ini. Diantaranya qur’an dinamakan dengan sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an, berarti bacaan karena dia dibaca. Al-Qur’an mengabadikan
namanya dalam beberapa ayat antara lain QS. Yusuf (13) : 3 dan QS. Al-Baqarah
(2) : 185.[7]
2.
Al-kitab berarti “buku” atau “tulisan”. Penamaan quran dengan
kitab, menurut amal merupakan salah satu argument yang mendasar bahwa quran
memang sejak masa awal keberadaanya telah ditulis. Sekaligus sebagai argument
yang menolak adanya gagasan yang menyebutkan bahwa, bangsa arab atau umat islam
masa awal komunitas buta aksara dan tulis. Tentang penyebutan quran dengan
kitab dapat ditemukan dalam banyak ayat quran, misalnya: dalam surah
Al-Anbiya/21:10. Artinya : sesungguhnya telah kami turunkan kepada kamu
sebuah kitab yang didalamnya terdapat sebab-sebab kemudian bagi kamu. Maka
apakah kamu tidak memahinya.
3.
Al-furqan di jadikan sebagai salah satu nama quran yang menunjukan
pada suatu makna bahwa quran merupakan kitab suci yang denganya manusia dapat
memilah dan membedakan sesuatu yang baik dengan sesuatu yang buruk hal ini
misalnya dapat dilihat pada beberapa ayat quran diantaranya pada surah al-Furqan/25:1.
Artinya : Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-furqan kepada hambanya agar
dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.
4.
Al-Zikir, berarti “ pengingat” atau pemberi peringatan nama
dilansir dalam quran surah al-hijr/15:9. Artinya : Sesungguhnya kamilah yang
menurunkan al-Zikir (quran) dan sesungguhnya kami (ulah) yang memeliharanya.
5.
Al-Tanzil bermakna “yang diturunkan”, seperti yang terdapat dalam
quran surah al-Syu’ara/26:192 Artinya : dan sesungguhnya tanzil (quran) ini
benar-benar diturunkan oleh tuhan semesta alam.[8]
6.
Al-Mushaf, Allah menyebut suhuf untuk kitab-kitab yang diturunkan
kepada Nabi Ibrahim dan Musa. Firman Allah (Qs. Al-A’la [84]: 18-19) artinya : “sesungguhnya
ini terdapat didalam shuhuf yang terdahulu. Yaitu Suhuf Ibrahim dan Musa”.[9]
Pada zaman Rasulullah ﷺ para sahabat menulis al-Qur’an pada kayu, batu, kulit dan pelepah
kurma. Benda-benda yang telah ditulis dengan ayat-ayat Al-Qur’an itu disebut
suhuf. Setelah suhuf-suhuf itu dikumpulkan menjadi satu, maka para sahabat menyebutnya
Mushaf. Misalnya Mushaf Ali dan Mushaf Abdullah bin Mas’ud.
E.
Cabang-Cabang ‘Ulum al-Qur’an
‘Ulum al-qur’an dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu: Pertama:
ilmu Riwayat ialah ilmu-ilmu al-Qur’an yang diperoleh dengan jalan riwayat atau
naql. Artinya dengan cara menceritakan kembali atau mengutip, seperti
pengetahuan tentang macam-macam qira’at (bacaan), tempat turunya ayat, waktunya
dan sebab turunnya. Kedua: Ilmu dirayah ialah ilmu-ilmu al-Qur’an yang
diperoleh dengan jalan pembahasan dan penelitian. Misalnya pengetahuan tentang
lafaz-lafaz yang gharib, ayat yang nasikh dan mansukh.[10]
Dalam perkembangannya Ilmu ini memiliki sejumlah cabang, menurut
T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Al-Qur’an yang terpokok[11]:
1.
Ilmu Mawathin al-Nuzul, Ilmu ini menerangkan tempat-tempat
turunnya ayat, masanya, awalnya dan akhirnya.
2.
Ilmu Tawarikh al-Nuzul, ilmu ini menjelaskan masa turunnya
ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan turunnya sampai akhirnya
serta urutan turun surah dengan sempurna.
3.
Ilmu Asbab al-Nuzul, ilmu ini menjelaskan sebab-sebab tutunnya Al-Qur’an.
4.
Ilmu Qira’at , ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan
Al-Qur’an yang telah diterima dari Rasul ﷺ.
5.
ilmu Tajwid, ilmu ini menerangkan cara membaca Al-Qur’an
dengan baik.
6.
Ilmu Gharib Al-qur’an, ilmu ini menerangkan makna kata-kata
yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa arab yang biasa atau
tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari.
7.
Ilmu I’rab Al-Qur’an, ilmu ini menerangkan baris kata-kata
Qur’an yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada
tempat tertentu.
8.
Ilmu Wujud wa al-Nazair, ilmu ini menerangkan kata-kata
al-Qur’an yang mengandung banyak arti dan merangkan makna yang dimaksud pada
tempat tertentu.
9.
Ilmu Ma’rifah Al-Muhkam wa Al-Mutasyahih, ilmu ini
menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang
mutasyahbih (samar maknanya).
10.
Ilmu Nasikh wa al-Mansukh,
ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh
sebagian para mufassir.
11.
Ilmu Badi’ al-Qur’an, ilmu ini bertujuan menampilkan
keindahan-keindahan Al-Qur’an, dari sudut kesusastraan, keanehan-keanehan, dan
ketinggian balaghahnya.
12.
Ilmu I’jaz al-Qur’an, ilmu ini menerangkan kekuatan susunan
dan kandungan ayat-ayat al-Qur’an sehingga dapat membungkemkan para sastrawan
Arab.
13.
Ilmu Tanasub Ayat al-Qur’an, ilmu ini menerangkan
persesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang di depan dan yang
dibelakangnya.
14.
Ilmu Aqsam al-Qur’an, ilmu ini menerangkan arti dan
maksud-maksud sumpah Allah ﷻ yang terdapat dalam al-Qur’an.
15.
Ilmu Amtsal al-Qur’an, ilmu ini menerangkan maksud
perumpamaan-perumpamaan yang dikemukakan al-Qur’an.
16.
Ilmu Jadal al-Qur’an, ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan
cara-cara debat dan bantahan Qur’an yang dihadapkan kepada kaum Musyrik yang
tidak bersedia menerima kebenaran dari Allah ﷻ.
17.
Ilmu Adab Tilawah al-Qur’an, ilmu ini memaparkan tata-cara
dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca al-Qu’an.
Inilah tujuh belas macam ilmu al-Qur’an yang sangat ditekankan oleh
Ash-Shiddieqy untuk dimahirkan oleh setiap orang yang bermaksud menafsirkan
atau menerjemahkan al-Qur’an. Sebelum itu, ia juga harus mengusai ilmu
balaghah, bahasa dan kaidah-kaidahnya, ilmu kalam dan ushul.
F.
Ruang Lingkup Kajian ‘Ulum Al-Qur’an
‘Ulum al-qur’an mencakup bahasan yang sangat luas antara lain ilmu
nuzul al-Qur’an, asbab annuzul, qiro’ah, ilmu an-nasik wa al-mansukh, dan ilmu
fawatih as-suwar serta masih banyak yang lainya. Karena begitu luasnya cakupan
kajian ‘ulum al-qur’an maka para ulam harus mengakhiri definisi yang mereka
buat dengan ungkapan “dan lain-lain”. Ibnu arabi (w. 544 H) seperti yang
dikutip oleh Az-Zarkasyi, menyebutkan, ulum al-qur’an mencakup 77.450 ilmu
sesuai dengan bilangan kata-katanya.
Dari sekian banyak cakupan ulum al-qur’an yang menjadi induk atau
focus utamanya adalah tauhid, tazdkir ( peringatan), dan hukum. Tauhid mencakup
banyak hal, antara lain pengetahuan tentang makhluk, Sang Pencipta, dan segala
sesuatu yang berkaitan dengannya. Yang termasuk dalam tazdkir adalah
al-wa’(janji balasan kebajikan), al-wa’id (janji ancaman), surga dan neraka
serta penyucian lahir dan batin, sedangkan hukum mencakup beban (takalif)
berupa perintah, larangan, hal yang bermanfaat, dan hal-hal yang dapat
mendatangkan kemudharatan. [12]
Secara garis besar ulumul quran dapat dikategorikan
menjadi dua macam, yaitu ilmu-ilmu yang di istinbath-kan dari al-Qur’an yang
kemudian dapat dipedoman oleh manusia dalam menjalani kehidupan ini termasuk
dalam kategori ini, misalnya dalam ilmu fiqih, usul, tafsir, balaghah,
kaidah-kaidah bahasa, akidah, akhlak dan sejarah. Dan yang kedua, ilmu-ilmu
yang menjadi syarat untuk memahami al-Qur’an yang dimaksud dengan istilah
ulumul qur’an dalam kajian ini adalah yang terakhir ini. Hal tersebut mencakup
antara lain sebagai berikut:
1.
Ilmu nuzul al-Qur’an. Kajian ini mencakup penyampain Al-qur’an dari
Allah kepada Nabi Muhammad, al makky wa almadani, ayat paling awal dan palin
akhir diturunkan, ayat yang turun dimalam hari (al-Laylah), yang turun di waktu
siang (an-nahariyah) ayat yang turun dalam perjalanan, ayat yang turun ketika
Nabu berada di tempat tinggalnya, ayat yang turun ketika Nabi ﷺ berada dalam perjalanan, dan ayat yang berulang kai turunya.
2.
ilmu qira’ah. Hal ini mencakup cara memulai bacaan: waqaf, mad,
idgam, dan lain sebagainya. Termasuk juga dalam kajian ini perbedaan para ulama
dalam membacanya; ada bacaan yang mutawatir, ahad, masyhur, dan syazz.
3.
kajian tentang makna Al-qur’an yang berhubungan dengan hukum,
seperti lafal ‘am yang tetap dalam keumummannya, ‘am yang telah di taqsish-kan,
manthuq, muthlaq, muqayyad, dan lain sebagainya.
4.
kajian tentang makna Al-qur’an yang berkaitan dengan lafal, seperti
‘ijaz, ithnab, musawa, qashar, dan lain-lain.
Dengan demikian, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa ulumul qur’an
mencakup ilmu-ilmu bahasa Arab dan segala kajian yang berkaitan dengan ajaran
islam.bahkan As-sayuti berpendapat bahwa ilmu jiwa, ilmu falak, ilmu astronomi,
dan lain sebagainya juga termasuk ulumul qur’an. Hal tersebut didasarkan kepada
firman Allah :
Artinya
: kami telah menurunkan kepadamu Al-qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu.
QS.An-Nahl(16):89. [13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
secara bahasa kata ulum alquran dapat di artikan kepada ilmu-ilmu
tentang alquran. Secara terminologi alquran berarti “kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril, sampai kepada kita
secara mutawatir. Ia dimulai dengan surah Al-fatihah dan di akhiri dengan surah An-Nas, dan
dinilai ibadah ( berpahala ) bagi setiap orang yang membacanya.
P؛ertama
kali menggunakan istilah ‘ulum al-qur’an adalah ibnu Al-Mirzaban (w. 309 H
2.
Sejarah perkembangan ‘ulum al-Qur’an terbagi beberapa masa sbb: Masa
Nabi, Abu Bakar, dan Umar, Masa Usman bin Affan, Masa Ali bin Abi Thalib dari
abad 1 hingga II H, Abad III dan IV H, Abad V dan VI, Abad VII dan VIII H, Abas
IX dan X, Abad XIV H
3.
Nama-nama Al-Qur’an yang Populer :Al-Qur’an, Al-kitab , Al-furqan, Al-Zikir,
Al-Tanzil, Al-Mushaf.
4.
menurut T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas cabang ilmu-ilmu
Al-Qur’an yang terpokok : Ilmu Mawathin al-Nuzul,Ilmu Tawarikh
al-Nuzul, Ilmu Asbab al-Nuzul, Ilmu Qira’at , ilmu Tajwid,
Ilmu Gharib Al-qur’an, Ilmu I’rab Al-Qur’an, Ilmu Wujud wa
al-Nazair, Ilmu Ma’rifah Al-Muhkam wa Al-Mutasyahih, Ilmu Nasikh wa
al-Mansukh, Ilmu Badi’ al-Qur’an, Ilmu I’jaz al-Qur’an, Ilmu Tanasub
Ayat al-Qur’an, Ilmu Aqsam al-Qur’an, Ilmu Amtsal al-Qur’an,
Ilmu Jadal al-Qur’an, dan Ilmu Adab Tilawah al-Qur’an.
5.
‘Ulum al-qur’an mencakup bahasan yang sangat luas antara lain ilmu
nuzul al-Qur’an, asbab annuzul, qiro’ah, ilmu an-nasik wa al-mansukh, dan ilmu
fawatih as-suwar serta masih banyak yang lainya. Karena begitu luasnya cakupan
kajian ‘ulum al-qur’an maka para ulam harus mengakhiri definisi yang mereka
buat dengan ungkapan “dan lain-lain”. Ibnu arabi (w. 544 H) seperti yang
dikutip oleh Az-Zarkasyi, menyebutkan, ulum al-qur’an mencakup 77.450 ilmu
sesuai dengan bilangan kata-katanya.
B.
Kritik dan Saran
Makalah masih jauh dari kesempurnaan sebab isinya masih sangat
sederhana dan disusun sesuai kemampuan penulis olehnya itu saran dan kritik
yang bersifat membangun dan baik dari para pembaca kami sangat mengharapkannya
untuk kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.
[1] Kadar M.Yusuf, Studi Al-Qur’an,( Jakarta: Taruna
Grafica,2012) hlm.1-2
[2] Amri, Dkk, Ulumul Qur’an,(Makassar: Membumi Phublising,
2009) hlm.1-3
[3] Muhammad Alifuddin, Sejarah dan Pengantar Ulum Al-Qur’an,(Kendari
:Yayasan Sipakarennu Nusantara, 2009 ) hlm.24-26
[4] Fatira Wahidah, Buku Ajar ‘Ulum Al-Qur’an,(Kendari:CV
Shandra,2010 ) hlm.3-4
[5] Ibid, Fatira Wahidah. hlm 5-7
[6] Ibid, Fatira Wahidah. hlm.8
[7] Ibid, Fatira Wahidah,.hlm.11
[8] Op Cit, Muhammad
Alifuddin,hlm.52-54
[9] Acep Hermawan, ‘ulumul Qur’an, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2016) hlm.28
[10] Op Cit, Fatira Wahidah. hlm.9-10
[11] Op Cit, Muhammad Alifuddin,hlm.27-31
[12] Op Cit Kadar M. Yusuf hlm.2-3
[13] Ibid Kadar M. Yusuf hlm.4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar